Kita tahu bahwa kapasitas kecerdasan orang Indonesia jauh di bawah rata-rata, IQ kita kurang dari 80 poin yang padahal normalnya adalah 90-110 poin. Tak heran kalau kita termasuk dalam negara dengan tingkat minat baca terbawah, satu per seribu orang.
Artinya, dari seribu orang hanya ada satu yang rajin membaca dan memahami apa yang dibacanya (literasi). Sebetulnya data ini sangat miris dan konyol dimana berbanding terbalik dengan narasi Indonesia Emas.
Angan-angan Indonesia emas ini tak akan terjadi dengan cara berpikir orang Indonesia yang hanya mampu berpikir praktis. Maunya yang mudah-mudah saja.
Contohnya seperti ini: jika ada persoalan dengan dua solusi atau jawaban dimana jawaban A lebih mudah dibanding jawaban B maka manusia cenderung memilih jawaban A.
Bagaimana atraksi debus dapat dijelaskan?
- Para pemain debus memiliki ilmu ghaib
- Atraksi debus dilakukan dengan menggabungkan antara sains dan trik seperti sulap, dimana saat mematahkan besi mereka menggunakan besi yang memang untuk “atraksi” yang komposisinya beda dengan besi yang ada di kepala kita.
Jawab saja dalam hati, penjelasan yang dipilih orang Indonesia sudah pasti pilihan A. Mengapa demikian? Karena A lebih singkat, praktis, sederhana. Sedangkan B lebih memaksa kita untuk berpikir logis dan berkelanjutan, lebih sulit daripada jawaban A.
Cacat Logika
Logical fallacy, istilah ini merujuk pada kesimpulan atau argumen yang terlihat logis pada pandangan pertama, tetapi sebenarnya tidak tahan jika dipertimbangkan secara mendalam. Di antara orang asing, fenomena ini sering kali menimbulkan kebingungan.
Misalnya, pernyataan seperti “kambing aja aku perhatiin, apalagi kamu!?” sering digunakan sebagai contoh dari logical short-circuit. Orang-orang sering kali membuat analogi sederhana untuk menyampaikan keseriusan mereka, tanpa mempertimbangkan kompleksitas dan konteks yang sebenarnya.
Ya, kalau dipikir apa hubungannya kambing dengan percintaan? Apakah cintamu setara dengan kambing? Bukankah kamu menghinaku karena menyetarakanku dengan kambing?
Bagi orang Indonesia, cara berpikir ini mungkin terasa efisien. Kita tidak perlu repot-repot menganalisis setiap aspek secara kritis, dan dapat langsung mengambil kesimpulan.
Namun, kelemahannya terletak pada ketidaktepatan dalam analisisa yang lebih dalam terhadap masalah yang kompleks. Untuk masalah yang lebih sulit, seperti kebijakan publik atau inovasi teknologi, diperlukan pendekatan berpikir yang lebih kritis dan dialektis.
Perbandingan dengan cara berpikir orang Barat yang lebih terdidik menunjukkan perbedaan yang mencolok. Mereka cenderung menggunakan pendekatan yang lebih analitis dan mendalam, mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan akibat dari setiap tindakan.
Cara berpikir mereka didorong oleh sistem pendidikan yang menekankan “akal” dan pembelajaran rasionalitas, yang telah membantu Barat memimpin dalam inovasi teknologi dan ilmu pengetahuan global.
Tetapi, pendekatan berbasis “akal” ini juga memiliki kelemahan tersendiri, seperti kesulitan dalam menangani pertanyaan-pertanyaan eksistensial atau makna kehidupan yang lebih dalam. Hal ini dapat mengarah pada penolakan terhadap aspek spiritual atau pencarian makna yang lebih personal di dalam kehidupan.
Secara keseluruhan, pengamatan tentang logical short-circuit dan perbandingannya dengan cara berpikir Barat menyoroti perbedaan signifikan dalam pendekatan terhadap pemikiran dan penalaran.
Mengapa Orang Indonesia Bodoh?
Melansir dari GuruGembul.id, rata-rata penggunaan smartphone di Indonesia adalah 6-7 jam sehari, betapa gilanya itu?
Lebih gila lagi, screen on time yang tinggi itu tidak digunakan untuk belajar sesuatu yang berguna melainkan hanya untuk hiburan seperti menonton TikTok, Instagram, facebook dan sebagainya.
Kita sudah bodoh dan akan lebih bodoh lagi jika terus mengulang kebiasaan yang sama. Apa kamu bisa mendapat pengetahuan dari video pendek 30 detik? Ujung-ujungnya mempertegas cara berpikir praktis seperti di atas.
Apa yang kamu konsumsi, itulah yang akan membentuk dirimu di kemudian hari.
Generasi z yang paling banyak menikmati akses internet juga sekaligus menjadi korban adanya internet itu sendiri. Penyalahgunaan internet bukan hanya sebatas membuka situs porno, menonton video terlalu banyak tentu juga tidak bagus.
“Racun itu tidak membunuh, yang membunuh adalah dosisnya”
Tidak masalah anda membuka internet tiap hari, yang jadi masalah adalah kamu membukannya selama 8 jam sehari! Konyolnya lagi, selama 8 jam itu bukan edukasi tapi hiburan dunia maya saja.
Kebodohan dan Kesehatan
Memangnya apa hubungan antara sehat dan bodoh? Ini agak lucu tapi kebodohan itu berhubungan dengan segala hal! Gampangnya, bodoh itu dekat dengan kesialan di bidang apapun.
Bayangkan, tetanggamu ingin menonton bola, mereka sudah berkeluarga dengan satu anak balita berusia 6 bulan, karena tidak ingin melewatkan pertandingan akhirnya mereka berangkat dari Tegal ke Surabaya naik motor!
Balita diajak naik motor saja sudah mengkhawatirkan, apalagi ini?! Jarak Tegal – Surabaya itu ±500 km dan mereka berangkat pada sore sampai pagi hari. Artinya malam-malam touring antar kota bawa balita, gila? Memang, dan akhirnya sang bayi meninggal dunia karena kebodohan orang tuanya.
Cerita itu asli dan orang tua bayi tersebut sudah mengklarifikasi bahwa meninggalnya sang anak memang karena kebodohan mereka sendiri.
Oleh karena itu ilmu pengetahuan dan penalaran sangat penting bagi kehidupan kita termasuk dalam bidang kesehatan. Pengetahuan akan menjauhkan kita dari tindakan konyol yang berpotensi membuat kita jatuh sakit bahkan kehilangan nyawa.
Orang yang kurang pendidikan atau tidak memiliki akses terhadap informasi kesehatan yang akurat cenderung memiliki pengetahuan yang terbatas tentang cara menjaga kesehatan mereka sendiri. Mereka mungkin tidak memahami pentingnya gaya hidup sehat, vaksinasi, atau pencegahan penyakit.
Tentu pelajaran ini bisa didapat dari internet, tapi ada saja daerah yang belum terkoneksi secara maksimal. Lantas, apa solusinya? Bentuk pengajaran bisa dilakukan dengan konvensional seperti sosialisasi warga di suatu daerah termasuk yang terpencil.
Dalam bidang kesehatan ada PAFI (Persatuan Ahli Farmasi Indonesia) yang giat memberi pengetahuan tentang ilmu kesehatan dan wengawasi peredaran obat-obatan di banyak daerah. Salah satu daerah yang sudah dicover oleh PAFI adalah Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau (pafiinhir.org).
Sekilas Tentang PAFI
PAFI memiliki beberapa fungsi dan peran penting, antara lain:
- Sebagai wadah komunikasi dan silaturahmi bagi TTK dan ATK di seluruh Indonesia.
- Sebagai forum untuk membahas berbagai isu dan permasalahan yang dihadapi oleh TTK dan ATK.
- Sebagai mitra pemerintah dalam merumuskan kebijakan dan peraturan terkait dengan TTK dan ATK.
- Sebagai penyelenggara berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi TTK dan ATK.
- Sebagai pemberi advokasi dan pendampingan bagi TTK dan ATK yang mengalami permasalahan hukum atau ketenagakerjaan.
Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) adalah organisasi profesi bagi Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) dan Asisten Tenaga Kefarmasian (ATK) di Indonesia. Didirikan pada tanggal 13 Februari 1946 di Yogyakarta.
Kembali pada topik kecerdasan dan kebodohan, logical short-circuit adalah kebiasaan berpikir yang khas dari orang Indonesia. Kebiasaan ini memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Di satu sisi, logical short-circuit dapat membuat proses berpikir lebih efisien. Di sisi lain, logical short-circuit dapat menghambat penyelesaian masalah yang kompleks dan membuat kita mudah terjebak dalam pemikiran yang sempit.
Penting bagi kita untuk menyadari kelebihan dan kekurangan cara berpikir ini, dan belajar untuk menyeimbangkannya dengan cara berpikir kritis dan dialektis. Dengan begitu, kita dapat menjadi individu yang lebih cerdas dan mampu menyelesaikan masalah dengan lebih efektif.